A. Latar Belakang
Penanaman modal adalah bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dalam upaya untuk meningkatkan akumulasi modal, menyediakan lapangan kerja, menciptakan transfer teknologi, melahirkan tenaga-tenaga ahli baru, memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan menambah pengetahuan serta membuka akses kepada pasar global.
Penanaman modal asing dapat memberikan keuntungan cukup besar terhada perekonomian nasional, misalnya menciptakan lowongan pekerjaan bagi penduduk tuan rumah sehinga dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup, menciptakan kesempatan bekerjasama dengan perusahaan lokal sehingga mereka dapat berbagi manfaat, meningkatkan ekspor sehingga meningkatkan cadangan devisa negara dan menghasilkan alih teknologi.
Pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia adalah sudah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1870, pemerintah Belanda mengeluarkan Agrarische Wet (Undang-undang Agraria) dan Agrarische Besluit (Peraturan Agraria) untuk menjamin kebebasan ekonomi bagi perusahaan-perusahaan perkebunan swasta dan secara perlahan-lahan menghapuskan tanam paksa yang berada di bawah monopoli negara. Namun demikian, pada saat Presiden Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin, Indonesia menolak terhada modal asing dan bantuan luar negeri. Lalu, Indonesia membuka diri kembali terhada modal asing dengan diundangkannya Undang-undang Nomo 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Usaha untuk menarik modal asing kembali muncul ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi kedua yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. terjadinya krisis ekonomi ditandai dengan beberapa indikator antara lain merosotnya kurs rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, pendapatan perkapita penduduk merosot tajam, perusahaan mengalami kelesuan bahkan menghentikan kegiatannya dan pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
Pada saat terjadinya krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia sangat memerlukan modal asing. Untuk menciptakan lapangan kerja dan mengatasi pengangguran yang pada tahun 2006 mencapai sekitar 11.600.00 orang, di tambah 1,8 juta orang masuk ke lapangan kerja tiap tahun. Kenaikan pertumbuhan ekonomi 1% pada tingkat pertumbuhan ekonomi 6% dapat menyerap sekitar 600.000 tenaga kerja. Kenaikan 1% pertumbuhan ekonomi tersebut memerlukan dana pembangunan sebesar Rp 125 triliun.
Pendekatan terhadap modal asing yang digunakan Indonesia pada saat krisis ekonomi lebih memfokuskan pada pembangunan institusi yang menjadi prasyarat untuk pemulihan ekonomi. Pendekatan institusi ini dilakukan karena Indonesia harus bersaing dengan negara-negara berkembang, seperti Cina, Thailand, Vietnam, dan Philipina.
Penelitian mengenai penanaman modal asing di Indonesia berkaitan dengan insentif dan pembatasan, ditinjau dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjadi penting, setidak-tidaknya karena empat alasan:
1. Legal Certainty (Kepastian Hukum)
2. Sistem Hukum yang terdiri dari substansi, aparatur dan legal culture.
3. Keanggotaan Indonesia dalam WTO telah menyebabkan terjadinya pembaruan Undang-undang Penanaman Modal Indonesia
4. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, substansi dan pelaksanaannya harus sebanding dengan Undang-undang Penanaman Modal di negara-negara pesaing Indonesia dalam menarik modal asing.
B. Perumusan masalah
1. Bagaimana insentif dan pembatasan berkembang dalam pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing pada periode 1967-1998?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi investasi asing setelah krisis ekonomi Indonesia (1998-2007)?
3. Bagaimana insentif dan pembatasan modal asing menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang baru?
4. Hambatan dan tantangan apa saja yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang Penanaman Modal yang baru?
C. Kontroversi dan Dilema Penanaman Modal Asing di Indonesia (1967-1997)
Pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto mewarisi kondisi perekonomian yang sangat buruk. Sebelumnya pada masa pemerintahan di bawah Presiden Soekarno, perekonomian Indonesia seakan-akan hendak mengalami keruntuhan. Pada waktu itu, Indonesia tidak mampu membayar utang luar negeri dan laju inflasi sangat tinggi. Menghadapi kenyataan ini, pemerintah Orde Baru mengadakan pendekatan baru dengan kebijaksanaan ekonomi antara lain mengundang kembali masuknya modal asing dengan melahirkan undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing mendapat respon yang sangat mengesanan dari investor asing terutama dari Amerika Serikat, Jepang dan Eropa. Namun demikian, dalam perkembangannya kehadiran modal asing di Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan dilema. Pada satu sisi modal asing diIndonesia telah membawa pengaru positif berupa terbukanya lapangan kerja dan alih teknologi. Pada sisi lain peningkatan investasi asing ini ini telah menimbulkan pengaruh negatif berupa tuduhan lahirnya dominasi asing atas perekonomian Indonesia dan ketergantungan Indonesia pada pasar internasional. Bentuk reaksi atas kehadiran modal asing diantaranya protes dari sebagian kelompok masyarakat dan mahasiswa yang mencapai puncaknya pada peristiwa 15 Januari 1974 atau yang di kenal dengan Malari.
Untuk mengundang kembali modal asing pemerintah menyediakan insentif baru bagi modal asing, diantaranya:
1). Penanaman modal asing menjadi penanaman modal dalam negeri dan perpanjangan jangka waktu penanaman modal asing. Hal ini di lakukan dengan cara, pertama pemerintah mengizinkan para investor asing memiliki saham sampai 95 persen dari perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor. Kedua, akses yang lebih luas di bidang keuangan untuk perusahaan patungan. Perusahaan patungan harus di perlakukan sama seperti perusahaan domestik dan diizinkan untuk meminjamkan dari bank-bank negara dan berpartisipasi dalam rencana kredit dengan syarat bahwa mitra asing paling sedikit telah mendivestasi 75 sahamnya untuk di jual di bursa saham. Ketiga, penangguhan pembayaran PPN (maksimal 5 tahun) sejak perusahaan dapat berproduksi secara komersial atas impor. Keempat, terbukanya kesempatan bagi pengusaha kecil untuk meminta dan memperoleh fasilitas penanaman modal meskipun mereka melakukan proyek non-penanaman modal asing.
2) Peningkatan kepemilikan Saham Perusahaan Modal Asing. Untuk menarik modal asing, pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan modal asing berupa peningkatan kepemilikan saham. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1992. Untuk mendirikan suatu perusahaan penanaman modal asing baru, sumber dana yang dapat digunakan adalah laba yang di tanam kembali dan/atau sumber dana lain. Sedangkan untuk membeli saham perusahaan yang sudah beroperasi, hanya di benarkan dengan menggunakan laba yang di milikinya. Semua penyertaan laba perusahaan penanaman modal asing itu akan tetap di anggap sebagai penyertaan asing yang tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3. Perpanjangan dan pembaruan Hak Atas Tanah. Dalam rangka meningkatkan gairah dan iklim investasi, Pemerintah memberikan fasilitas hak atas tanah kepada modal asing. Halini di atur dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan Tanah Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha Patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Pada Masa Krisis Ekonomi (1997-2007)
Sejak tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat berat. Krisis ini bermula dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebagai akibat krisis mata uang di kawasan Asia, antara lain Korea Selatan dan Thailand. Pada saat itu, nilai tukar mata uang Korea Selatan dan Thailand terdeprisiasi hingga 60-70 persen dari nilai nominalnya, sementara nilai tukar rupiah turun sampai 20 persen dari nilai nominalnya, sementara nilai tukar rupiah turun sampai 20 persen dari nilai nominal sebelumnya.
Selain karena fenomena global, krisis ekonomi Indonesia juga di sebabkan moral hazard di berbagai sektor ekonomi dan politik, akibat dari lemahnya sistem ekonomi, struktur sosial dan sistem kenegaraan yang terlalu terpusat pada kekuasaan eksekutif.
Kemudian faktor stabilitas politik, dimana merupakan salah satu keharusan untuk datangnya modal asing ke suatu negara, di samping faktor “economic opportunity” dan kepastian hukum. Pada saat terjadi krisis ekonomi, stabilitas politik di Indonesia tidak tercipta. Hal ini dapat di lihat dari tidak adanya stabilitas pemerintahan, terjadinya ketidakpuasan daerah dan ketidakpuasan sosial serta meningkatnya kriminalitas.
Sejak terjadi krisis ekonomi, sistem hukum Indonesia tidak mampu menciptakan predictabilty, stability dan fairness. Hal ini dapat dilihat dari substansi peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron, aparatur penegak hukum yang tidak mendukung perbaikan iklim investasi dan kualitas budaya hukum yang rendah.
Penanaman modal akan meningkat secara signifikan jika Indonesia mampu menjamin adanya kepastian hukum dan stabilitas politik. Untuk itu di perlukan aparatur hukum yang memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi. Selain itu juga di perlukan adanya kepemimpinan politik yang mampu mengendalikan dinamika demokrasi, termasuk demokrasi di daerah.
E. Lahirnya Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Tantangannya
Dalam rangka mengatasi kendala-kendala mengenai penanaman modal dan selaras dengan ikut sertanya Indonesia dalam GATT/WTO, maka Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Investasi yang baru ke Parlemen. Setelah mendapat persetujuan Parlemen dengan iringan “Minderheits Nota” dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKB, Presiden menandatanganinya sebagai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sudah jauh lebih baik di bandingkan dengan undang-undang sebelumnya. Substansi dalam undang-undang ini ada beberapa hal baru, dimana ada yang tidak diatur seperti perlakuan yang sama terhadap penanam modal, tanggung jawab penanam modal, sanksi bagi penanam modal, hak atas tanah, larangan pemegang saham nominee, penyelanggaraan urusan penanaman modal, koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal dan kawasan ekonomi khusus.
Selain memuat ketentuan yang bersifat memberi insentif, undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga menyebutkan beberapa ketentuan yang bersifat pembatasan, yaitu penanaman modal asing harus memprioritaskan tenaga kerja Indonesia dan pemegang saham “nominee” di larang.
Larangan pemegang saham “nominee” merupakan substansi baru dalam peraturan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia. Tujuan pengaturan larangan pemegang saham nominee adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.
Secara teknis, praktek kepemilikan saham melalui nominee dilakukan oleh dua pihak. Satu pihak karena sesuatu pertimbangan tidak dapat atau dapat menjadi pemilik saham, tetapi tidak menjadi pemilik saham pada perseroan sehingga menggunakan pihak lain sebagai nomineenya. Dalam keadaan lain, pihak-pihak tertentu sebenarnya dapat menjadi pemegang saham PT Indonesia tertentu. Pada dasarnya yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang dapat menjadi pemilik saham. Tetapi, karena berbagai pertimbangan (diantaranya menghindari public exposure yang berlebihan) yang bersangkutan tidak memunculkan nama sendiri sebagai pemegang saham pada perseroan namun memilih menggunakan nominee untuk mewakili kepentingannya.
Terlepas dari prokontra lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada kenyataannya undang-undang ini telah mampu meningkatkan investasi asing. Sejak Undang-undang ini di sahkan, pertumbuhan investasi sudah mencapai 31% melampaui capaian sebelum krisis ekonomi.
Dalam rangka mewujudkan sistem hukum yang mendukung iklm investasi di perlukan aturan yang jelas. Untuk itu, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 perlu di lakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan agar lebih relevan.
F. PENUTUP
Berdasarkan dari penelitian dan analisis sebagaimana yang diuraikan dalam bab terdahlu dapat dirumuskan kesimpulkan sebagai berikut:
1. Insentif dan pembatasan terhadap penanaman modal asing tercermin dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing berisi pokok-pokok kebijakan penanaman modal asing. Perubahan kebijakan mengenai insentif dan pembatasan tergantung kepada faktor-faktor perkembangan sosial, ekonomi, dan politik dalam negeri serta perkembangan perekonomian global.
2. Setelah krisis ekonomi Indonesia 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot dan pengangguran bertambah, Indonesia memerlukan modal asing. Namun stabilitas politik, peluang ekonomi dan kepastian hukum mempengaruhi datangnya investasi asing ke Indonesia.
3. Masalah insentif dan pembatasan, kontroversi ini terjadi lagi pada pembahasan dan pelaksanaan Undang-undang No. 25 Tahun 2007. Modal asing akan mendapatkan insentif yang prospektif, namun sebagan unsur masyarakat menganggapnya sebagai pengurangan hak-hak bagi kepentingan lokal.
4. Pelaksanaan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 akan mendapat hambatan bila tidak ada sinkronisasi dalam peraturan perundang-undangan. Tantangan lainna adalah perlu pengaturan yang lebh jelas mengenai wewenang aparatur perizinan berkenaan dengan penanaman modal di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.